Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal 5 Ayat 1 "Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR", Pasal20 Ayat 1 "DPR memegang kekuasaan membentuk UU" dan Pasal 20 Ayat 2 "Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama" .
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011, maka tahap-tahapnya meliputi:
a. Tahap penyusunan Rancangan Undang-Undang meliputi:
1) Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR atau Presiden.
2) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari DPD.
3) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik. Terdapat 3 jenis RUU yang tidak harus disertai Naskah Akademik namun haruss disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur yakni: a) RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b) penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; atau c) pencabutan Undang-Undang atau pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4) Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Adapun Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan: a) otonomi daerah; b) hubungan pusat dan daerah; c) pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah; d) pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan e) perimbangan keuangan pusat dan daerah.
5) Rancangan Undang-Undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Kemudian dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
6) Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Kemudian dilakukan Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
7) Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik. Usul Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang. Untuk selanjutnya Alat kelengkapan DPR dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk membahas usul Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD.
8) Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Kemudian Menteri yang mendapat tugas dari Presiden mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
9) Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR. Surat Presiden tersebut memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang bersama DPR. DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang yang diajukan presiden dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima. Untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang di DPR, menteri atau pimpinan lembagapemrakarsa memperbanyak naskah RancanganUndang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
10)Apabila dalam satu masa sidang DPR dan Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh DPR dan Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
b. Tahap penyusunan Pembahasan Rancangan Undang-Undang meliputi:
1) Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.
2) Khusus Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan: a) otonomi daerah; b) hubungan pusat dan daerah; c) pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; d) pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan e) perimbangan keuangan pusat dan daerah, pada pembicaraan tingkat I dilakukan dengan mengikutsertakan DPD yang diwakili oleh alat kelengkapan yang membidangi materi muatan Rancangan Undang-Undang yang dibahas.
3) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
4) Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus; dan pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna.
5) Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatansebagai berikut: a) pengantar musyawarah; b) pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan c) penyampaian pendapat mini
6) Dalam pengantar musyawarah a) DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; b) DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPD; c) Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden; atau d) Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari Presiden.
7) Daftar inventarisasi masalah diajukan oleh: a) Presiden jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; atau b) DPR jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden dengan mempertimbangkan usul dari DPD sepanjang terkait dengan kewenangan DPD
8) Penyampaian pendapat mini disampaikan pada akhir pembicaraan tingkat I oleh: a) fraksi; b) DPD, jika Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan kewenangan DPD; dan c. Presiden.
9) Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan: a) penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I; b) pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan c) penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi.
10) Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
11) Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
12) Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden. Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR dan Presiden.
c. Tahap Pengesahan Rancangan Undang-Undang
Tahap Pengesahan Rancangan Undang-Undang adalah sebagai berikut:
1) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
2) Penyampaian Rancangan Undang-Undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
3) Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
4) Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
5) Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6) Kalimat pengesahan tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2. Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden yang dibuat dalam keadaan "darurat" dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti.
Adapun Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sesuai UU nomor 11 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1) Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden yang dibuat dalamkeadaan "darurat" dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti.
2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
3) Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
4) DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.
6) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.
7) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku, DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
8) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
9) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat paripurna.
10)Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang.
11)Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilaksanakan dengan tata cara: a) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diajukan oleh DPR atau Presiden; b) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan c) Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.
3. Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah
Berikut ini Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah sesuai UU nomor 11 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.
2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
4. Proses Penyusunan Peraturan Presiden
Berikut ini Proses Penyusunan Peraturan Presiden sesuai UU nomor 11 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian,
2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
5. Proses Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
a. Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Proses Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
Berikut ini Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU nomor 11 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur.
2) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.
3) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; b) Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi; atau c) perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas mengubah beberapa materi, tidak disertai naskah akademik namun harus disertai keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
4) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.
5) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
6) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
7) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
8) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disiapkan oleh DPRD Provinsi disampaikan dengan surat pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur.
9) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Gubernur disampaikan dengan surat pengantar Gubernur kepada pimpinan DPRD Provinsi.
10)Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
b. Proses Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Proses Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur.
2) Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
3) Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/ panitia/ badan/ alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
4) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur.
5) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan Gubernur.
c. Proses Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Proses Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
1. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.
2. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
3. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur.
4. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.
5. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.
6. Kalimat pengesahan tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam Lembaran Daerah
6. Proses Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Pada prinsipnya proses penyusunan rancangan, pembahasan dan penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU nomor 11 Tahun 2012 sama seperti penyusunan, pembahasan dan peetapan rancangan Peraturan Daerah Provinsi.