Perubahan sosial menuntut adanya penyesuaian antara sistem nilai dan sistem norma yang baru dengan sistem nilai dan sistem norma yang lama. Tidak setiap langkah penyesua-ian berhasil secara sempurna. Ada tipe masyarakat yang sanggup secara cepat menerima perubahan dengan menerima sepenuhnya sistem nilai dan sistem norma yang baru. Sebaliknya, tidak sedikit masyarakat yang tetap bersiteguh memegang sistem nilai dan sistem norma yang telah lama dianut. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan kesenjangan budaya atau sering disebut dengan istilah cultural lag. Kondisi seperti ini dapat diperhatikan pada tata kehidupan masyarakat kota yang serba cepat dalam menerima perubahan sehingga memposisikan dirinya sebagai masyarakat yang modern. Sementara masyarakat pedesaan yang pada umumnya merupakan masyarakat pertanian masih cukup kuat dalam memegang adat istiadat dan tradisi-tradisi yang diwarisi secara turun temurun sehingga relatif lamban dalam menerima perubahan zaman.
Ketika terjadi proses perubahan sosial dalam sebuah kelompok masyarakat akan menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam hubungan-hubungan sosial. Kehidupan masyarakat kota yang serba lengkap dengan segala macam fasilitas hidup, telah menjadi daya tarik yang luar biasa bagi sebagian masyarakat pedesaan yang ingin ikut menikmati kue pembangunan di kota. Akibatnya terjadi penumpukan tenaga kerja di kota yang disebabkan oleh derasnya arus urbanisasi. Penumpukan tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan kerja akan menimbulkan beberapa dampak negatif, seperti:
(1) bertambahnya angka pengangguran,
(2) bertambahnya tingkat kemiskinan,
(3) bertambahnya kejahatan sosial, dan lain sebagainya.
Jika dikaji secara mendalam, langkah-langkah penyesuaian yang dilakukan sehubungan dengan adanya perubahan setidaknya akan menimbulkan dua kemungkinan, yaitu:
(1) ditemukannya sistem nilai dan sistem norma yang baru yang menjadi landasan dalam melaksanakan aktivitas sosial, dan
(2) berkembangnya permasalahan-permalasahan baru sebagai akibat dari kegagalan dalam melaksanakan upaya penyesuaian terhadap sistem nilai dan sistem norma yang baru tersebut.
Alternatif pertama merupakan gambaran keberhasilan dari berbagai unsur yang ada dalam kehidupan masyarakat dalam melakukan langkah penyesusian sehingga terjadi integrasi sosial. Sebaliknya, alternatif kedua merupakan gambaran kegagalan dari berbagai unsur yang ada dalam kehidupan masyarakat dalam melakukan langkah-langkah penyesuaian sehingga menimbulkan disintegrasi sosial. Adapun gejala-gejala yang mengawali terjadinya disintegrasi sosial antara lain adalah sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan mengenai tujuan hidup yang semula dijadikan landasan bagi seluruh anggota masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sosial.
2. Tidak berfungsinya sistem nilai dan sistem norma secara baik sebagai alat pengendalian sosial dalam kehidupan masyarakat.
3. Terjadi pertentangan sistem nilai dan sistem norma dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Para anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang tidak dikenakan sanksi secara konsekuen sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
5. Tindakan para anggota masyarakat tidak lagi sesuai dengan sistem nilai dan sistem norma yang telah disepakati sebelumnya.
6. Terjadinya proses sosial yang bersifat disosiasif yang berupa persaingan, pertentangan, permusuhan, dan lain sebagainya.
Gejala-gejala awal dari proses disintegrasi di atas akan berlanjut dengan berkembangnya kehidupan yang tidak normal yang ditandai dengan berkembangnya berbagai macam krisis, seperti krisis sosial, krisis moral, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis politik, dan lain sebagainya. Kehidupan masyarakat kita dewasa ini telah menunjukkan adanya krisis multi dimensional. Masyarakat kita dewasa ini sudah terbiasa dengan berita-berita tentang korupsi, kolusi, nepotisme, perampokan, penodongan, pencurian dengan kekerasan, pemerkosaan, mengkonsumsi narkoba, prostitusi, dan lain sebagainya.
Segala macam bentuk kejahatan, baik kejahatan sosial, kejahatan politik, kejahatan ekonomi, maupun segala macam kejahatan lainnya dengan mudah dapat diperoleh melalui siaran media massa. Menanggapi berbagai macam problema sosial di atas, sosiolog Soerjono Soekanto beranggapan bahwa problema sosial tersebut tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari tidak adanya satu kesatuan (integrasi) yang harmonis antara lembaga-lembaga sosial, sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosial.
(R.G)